3.

Do'a untuk Indonesia (Part 1)

YOGYAKARTA (fathz-341.blogspot.com) - Mata ini masih basah oleh lelehan air mata. Seolah-olah, duka ini tiada akhir. Dalam dinginnya malam, aku mencoba untuk menuliskan sedikit gelisah hatiku. Sedikit tentang kepedihan yang dialami oleh saudara-saudaraku.
Aku mematung. Langitku masih nampak gelap. Tak ada beda antara siang dan malam. Sejauh mata memandang, hanya debu-debu putih terhampar. Menyelimuti tubuh yang menggigil karena dinginnya malam. Beberapa tubuh mungil telah terlelap dalam buaian mimpi panjang. Ah, mereka tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan negeri ini. Negeri yang aman dan damai, dimana rakyatnya tak perlu lagi bersusah payah untuk mendapatkan sesuap nasi.
Aku bingung dengan tingkah para awak media. Mereka selalu menuliskan semua ini dengan kata "Bencana" alam. Sekejam itukah alam kepada kita? Yang selalu kita jarah dengan keserakahan? Yang kita sendiri tidak pernah peduli dengan kelestariannya? Asalkan anak istri di rumah bisa makan kenyang, kemana-mana pakai mobil mewah, yang dibawa uang jutaan rupiah? Dimana letak ke"Manusia"anmu wahai saudaraku?

Selanjutnya, kami yang jadi korban. Demi kepentingan sejumlah orang-orang berdasi, bermuka dua, dan berhati rubah. Kami tidur hanya bermodalkan selembar tikar. Sementara kalian? bertumpuk-tumpuk spring bed-pun bisa kalian beli. Kami hanya bisa makan sepotong roti dan sesuap nasi, itupun kalau masih kebagian. Sementara kalian? Dengan anggun kalian melangkah menuju restaurant-restaurant hotel berbintang. Di sini, kami hanya mengenakan kaos oblong tipis, sekedar untuk membalut kulit kurus kami. Sementara kalian? Setiap menit bahkan setiap detik kalian bisa berganti pakaian.
Aku tidak butuh uangmu, berasmu, bajumu, dan seluruh bantuan darimu, kalau toh semua itu hanya untuk memuluskan langkahmu memasang bendera-bendera berwarna-warni di tempatku. Di sini sudah banyak orang seperti itu. Kami tak butuh lagi. Kami hanya ingin keikhlasanmu. Kedatanganmu yang cuma semenit akan lebih berarti daripada yang 2 Jam 40 Menit.
Apakah kalian akan menunggu "teguran" itu datang menghampiri kalian? Aku harap tidak! Cukuplah pelajaran itu bagi kami. Kami tidak ingin ada saudara kami yang mengalaminya lagi.
Aku sedih. Tidak ada lagi yang meramaiakn surau didepan rumahku. Aku sedih, tidak ada lagi lantunan merdu dari mulut adik kecilku. Aku sedih, Bangsa ini tak kunjung dewasa. Aku sedih, tak bisa lagi menyaksikan lagu Indonesia raya dikumandangkan di even-even Internasional. Dalam kesedihanku, aku hanya bisa berharap agar kelak anak cucuku tetap bisa hidup di suatu negara yang bernama "Indonesia".

0 komentar: